Sempat menggelitik Saya ketika si kecil dengan fasihnya menyanyikan lagu "Cinta Monyet". Dengan raut wajah senangnya dia katakan "Aku suka dia cama dia juga cuka, tapi kenapa cih mama bilang kalau ini cinta monyet". Hanya bisa geleng-geleng menyaksikan apa yang dia lakukan ini. Rasanya dia tidak ada diajarkan untuk menyanyi seperti itu, tapi mungkin Saya lupa dia pernah mendengarkan lagu itu (O my good, maafkan bundo, bunda dan ayah ya nak).
Hal ini menimbulkan keprihatinan Saya, mengapa zaman sekarang tidak seperti zaman Saya dahulu ya. Mengapa tidak dibanjiri dengan lagu anak dan juga acara-acara anak. Dahulu Saya mengenal lagu Nyamuk Nakal, Si Lumba-lumba, Gembala sapi dan lain sebagainya. Yang jelas lagu-lagu yang Saya dengarkan di era 90-an dahulu jauh dari yang namanya cinta monyet apalagi cinta-cintaan orang dewasa.
Jika boleh berkomentar (ya pasti boleh donk ya, zaman udah bebas berpendapat begini) Saya lebih menyukai keadaan seperti waktu Saya kecil dahulu. Lagu-lagu yang dinyanyikan benar-benar khas anak-anak. Dengan lirik-lirik sederhana, gaya-gaya lucu dan dandanan layaknya anak-anak. Benar-benar anak-anak bangetlah pokoknya. Coba kita perhatikan zaman sekarang lagu anak boleh dihitung, itupun masih menyerempet tema-tema cinta dua insan (heleh...heleh). Apa kreatifitas semakin berkurang ya? Padahal ajang-ajang kontes bernyanyi anak bukan dibilang tidak ada, tetapi lagu yang dinyanyikan tetap saja lagu dewasa dengan gaya dewasa pula.
Jujur dari lubuk hati yang paling dalam, Saya menginginkan anak-anak sekarang menikmati dunianya layaknya dunia anak. Menonton tayangan anak-anak yang sarat akan nilai kebersamaan, mendengarkan lagu anak bahkan menyanyikan lagu anak yang benar-benar anak. Saya ingini anak-anak mengenal ilmu berawal dari lagu. Meskipun mungkin mereka belum pandai membaca, menulis bahkan berhitung tetapi setidaknya mereka bisa bernyanyi "dua mata saya, hidung saya satu".
Jumat, 14 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar on "Kemana Larinya Lagu Anak"
Posting Komentar